HUKUM CARA MEMBAGI WARISAN DALAM ISLAM

 Surat wasiat dan harta warisan merupakan topik yang jarang dibicarakan. Bahkan, membicarakan warisan biasanya dihindari, terlebih jika orang tua masih hidup dan sehat-sehat saja. Selain dianggap tabu, kecurigaan dari seisi rumah bisa timbul jika Anda mengungkit pembagian harta warisan berdasarkan hukum waris Islam di Indonesia.

Padahal, tidak ada salahnya jika Anda, orang tua, dan keluarga memahami pengertian hukum waris Islam di Indonesia, undang-undang yang mengatur hukum waris, warisan properti, syarat ahli waris, dokumen waris, hingga cara pembuatan dokumen waris. Daripada menimbulkan kecurigaan ataupun sengketa, mengapa tidak memahami dahulu cara membagi warisan berdasarkan nilai-nilai Islam?
Baca selengkapnya di artikel Rumah.com yang akan mengupas pengertian, undang-undang, warisan properti, syarat ahli waris, dokumen waris yang mencakup surat keterangan waris dan akta waris, cara pembuatan dokumen waris serta prosedur pelaporan peralihan hak properti setelah waris

Pengertian Hukum Waris Islam

Hukum waris Islam adalah pengaturan peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris dan berapa bagian yang diperoleh. Perumusannya tidak lepas dari nilai-nilai Islam dalam Alquran. Yang disebut sebagai waris atau ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima warisan. Sementara muwaris atau pewaris merupakan orang yang meninggal dunia dan harta benda peninggalannya diwariskan.
Warisan yang dibagikan kepada ahli waris dapat berupa harta bergerak seperti logam mulia serta kendaraan dan harta tidak bergerak seperti tanah serta rumah. Harta tersebut dapat dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi untuk biaya perawatan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat.



Jadi, buatlah daftar harta dan utang seseorang yang telah meninggal dunia. Jika orang itu meninggalkan utang yang belum dibayar, utang perlu dilunasi terlebih dahulu. Harta peninggalannya dapat dikurangi untuk pelunasan utang tersebut.
Sementara itu, contoh pelaksanaan wasiat adalah seperti berikut. Seseorang meninggal dunia dan saat hidup ia berwasiat bahwa sebagian dari hartanya diberikan kepada sebuah lembaga. Maka wasiat itu wajib dilaksanakan sebelum harta peninggalannya dibagikan kepada ahli waris.


Undang-undang yang Mengatur Hukum Waris Islam

Di Indonesia, terdapat tiga jenis hukum waris, yaitu hukum waris yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), hukum waris adat, dan hukum waris dalam Islam. Untuk hukum waris dalam Islam, yang digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam dan berlaku bagi orang Indonesia yang beragama Islam.
Asas yang digunakan dalam hukum waris dalam Islam adalah asas bilateral dan bersifat parental, yang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Asas ini berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa kelompok ahli waris terbagi menjadi ahli waris menurut hubungan darah dan hubungan perkawinan.




Warisan Properti pada Hukum Waris Islam
Rumah merupakan contoh harta tidak bergerak yang sering kali menjadi harta warisan. Jika orang tua wafat dan meninggalkan rumah sebagai warisan, cari tahu dahulu rumah tersebut milik siapa. Jika rumah itu dibuat atas nama orang tua, Anda beserta kakak dan adik kandung memiliki hak waris terhadap rumah warisan tersebut.
Selanjutnya, bagaimana dengan pembagian harta warisan berupa rumah yang ingin dijual? Untuk memudahkan perhitungan pembagian harta warisan, Kompilasi Hukum Islam merinci pembagian warisan dalam kelompok ahli waris dzawil furud. Ini bisa digunakan untuk pembagian hasil penjualan rumah warisan.
1.
Ayah
Ayah mendapatkan 1/3 bagian apabila pewaris tidak meninggalkan anak atau keturunan. Jika pewaris memiliki anak, ayah mendapatkan 1/6 bagian.
2.
Ibu
Ibu mendapatkan 1/6 bagian apabila pewaris memiliki anak atau dua saudara atau lebih. Jika tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ibu mendapatkan 1/3 bagian.
3.
Duda
Duda mendapatkan1/4 bagian jika pewaris meninggalkan anak atau keturunan. Namun, duda mendapatkan1/2 bagian jika pewaris tidak meninggalkan anak atau keturunan.
4.
Janda
Janda mendapatkan 1/4 bagian jika pewaris tidak meninggalkan anak. Sedangkan jika pewaris meninggalkan anak, janda mendapatkan 1/8 bagian.
5.
Anak perempuan dan anak laki-laki
Kalau hanya ada satu orang anak perempuan, maka ia mendapatkan 1/2 bagian. Apabila ada dua orang anak perempuan atau lebih, tetapi tidak ada anak laki-laki, mereka mendapatkan 2/3 bagian. Namun, jika ada anak perempuan dan anak laki-laki, bagian untuk anak laki-laki adalah 2:1 dengan anak perempuan.
6.
Saudara perempuan dan saudara laki-laki seibu
Jika pewaris wafat tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka tiap-tiap saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu mendapatkan 1/6 bagian. Jika saudaranya ada dua orang atau lebih, mereka mendapatkan 1/3 bagian.
7.
Saudara perempuan dan saudara laki-laki seayah
Jika pewaris wafat tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapatkan 1/2 bagian. Jika ada dua orang atau lebih saudara perempuan kandung atau seayah, mereka mendapatkan 2/3 bagian. Selanjutnya, jika ada saudara perempuan dan saudara laki-laki kandung atau seayah, bagian saudara laki-laki adalah 2:1 dengan saudara perempuan.
Bagaimana jika Anda mendapatkan warisan rumah, tetapi belum ingin menjualnya? Jadikan rumah warisan itu sebagai aset aktif ataupun investasi



Syarat Ahli Waris Berhak Dapat Warisan Menurut Hukum Waris Islam
Berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam, untuk hubungan darah, kelompok ahli waris laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek. Lalu kelompok ahli waris perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek. Sedangkan menurut hubungan perkawinan, ahli waris terdiri dari janda dan duda. Jika semua kelompok ahli waris ada dan masih hidup, maka yang berhak mendapatkan warisan adalah anak, ayah, ibu, janda, atau duda pewaris.


Mengenai syarat mendapatkan warisan, yang pertama adalah pewaris telah meninggal dunia dan kematiannya dapat diketahui tanpa harus melalui pembuktian (mati hakiki) ataupun ditetapkan melalui putusan pengadilan (mati hukmi). Yang kedua, ahli waris masih hidup atau dengan putusan hakim dinyatakan masih hidup ketika pewaris meninggal.
Walaupun ahli waris masih berada dalam kandungan, jika dapat dibuktikan sebagai ahli waris, ia berhak menerima bagiannya. Namun, ada juga penghalang yang membuat pewarisan tidak bisa terjadi. Contohnya, perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris, perbudakan, dan pembunuhan.



Dokumen Waris Perlu Dimiliki Oleh Ahli Waris Untuk Mendapatkan Haknya


Untuk membuktikan bahwa Anda adalah ahli waris yang sah dari pewaris yang telah meninggal dunia, dibutuhkan dokumen waris. Dokumen tersebut dapat berupa surat keterangan waris dan akta waris. Untuk warga negara Indonesia, surat keterangan waris disahkan oleh lurah dan dikukuhkan oleh camat. Sementara itu, WNI keturunan Tionghoa, Arab, India, dan Eropa perlu membuat akta waris atau akta notaris.



Cara Pembuatan Dokumen Waris Penting Dipahami dengan Baik

Untuk pembuatan surat keterangan waris, Anda perlu melengkapinya dengan mencantumkan identitas semua ahli waris dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Pihak RT dan RW setempat dapat dipilih sebagai saksi. Setelah para ahli waris dan saksi menandatangani surat keterangan waris, selanjutnya Anda bisa mengajukan ke kelurahan untuk ditandatangani oleh lurah, kemudian ke kecamatan untuk dikuatkan oleh camat.
Berikut beberapa berkas lainnya yang diperlukan untuk melengkapi surat keterangan waris adalah:
  1. Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga ahli waris
  2. Surat pengantar RT dan RW
  3. Surat keterangan kematian pewaris
  4. Surat nikah pewaris
  5. Akta kelahiran ahli waris






Prosedur Pelaporan Peralihan Hak Properti Setelah Waris

Selain rumah, properti lainnya yang sering dijadikan warisan adalah tanah. Jika ahli waris ingin mengurus peralihan hak atau balik nama sertifikat tanah warisan, berikut ini adalah persyaratannya:
  1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.
  2. Surat kuasa apabila dikuasakan.
  3. Fotokopi identitas pemohon/para ahli waris (KTP dan KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
  4. Sertifikat asli.
  5. Surat keterangan waris sesuai peraturan perundang-undangan.
  6. Akte wasiat notariel.
  7. Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB), dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).
  8. Penyerahan bukti SSB (BPHTB), bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari Rp60 Juta, dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).

Komentar